Biimplikasi (2/2)
-
Yoo Na POV –
Aku harus move on. Itu lah yang telah aku katakan
pada hatiku. Aku harus berusaha. Aku tidak perlu mengingat-ingat dia lagi.
Sudah cukup aku memikirkannya selama beberapa tahun ini. Dia tidak mengingatku
lagi. Bahakan ketika aku bertemu dengannya setelah Music Core dua hari yang
lalu, dia tetap tidak mengingatku.
Aku
sudah tidak mau membuang waktuku sia-sia. Sebaiknya aku fokus ke skripsi ku.
Aku akan menyelesaikan kuliahku segera. Dan mungkin, aku harus ikut Farhah ke
Indonesia agar bisa melupakannya.
Aku
berjalan menyusuri koridor kampusku dan bertemu dengan Hye Ri. Dia memanggilku, “Yoo Na-ya!”
“Wae?”
kataku tidak bersemangat.
“Ya!
Neo waeirae?” tanyanya sambil mengguncangkan bahuku. Aku tidak meresponnya.
Sudah cukup sakit hatiku yang kesekian kalinya karena, dia tidak mengingatku.
Sudah tidak dapat lagi ku tahan sesak di dada ini. Sudah tidak dapat lagi
kutahan tangis ini. Sudah cukup... sudah cukup aku sakit...
Orang
yang dulu melindungi ku. Orang yang dulu tersenyum sangat-sangat indah ke
padaku. Orang yang selalu membelai kepala ku. Sekarang dia telah melupakan ku.
Sungguh sakit! Bahkan, setelah berkali-kali kami bertemu, dia tetap tidak
mengingatku.
Air
mataku sudah tumpah membanjiri pipiku. Hye
Ri memelukku. Farhah
yang baru datang dan tidak mengerti apa yang terjadi juga langsung memelukku.
“Yoo
Na-ya... No waeyeo?” kata Farhah khawatir.
“Yoo
Na-ya... Uljima. Ne? Uljima.” Kata Hye
Ri menenangkanku.
“Geu
namja......... dia tidak mengingatku, Hye
Ri-ah. Dia bahkan tidak
menyapaku. Bahkan setelah pertemuan kami yang kesekian kalinya. Dia jahat
padaku. Dia dulu bilang akan selalu mengenalku walaupun nantinya dia terkenal.
Dia bilang pada ku aku adiknya yang paling berharga. Dia bilang dia menyayangi
ku. Tapi........ dia bohong! Dia bahkan tidak ingat siapa aku!”
Aku
menumpahkan semua isi hatiku ke pada Hye
Ri –dan Farhah yang ada
di sampingnya-. Hanya Hye Ri yang mengerti siapa yang aku
bicarakan. Farhah yang bingung menanyakan pada Hye
Ri, “siapa yang dia
maksud?” Walaupun dia mengecilkan suaranya, aku tetap bisa mendengarkan
pertanyaannya itu.
“Anniyeo,
Yoo Na-ya. Dia tidak akan melupakan mu. Mungkin karena wajahmu sudah berubah.
Tidak mungkin gadis berumur 7 tahun akan memiliki wajah yang sama ketika dia
berumur 23 tahun.” Kata Hye Ri yang menghiburku.
“Kau
hanya perlu memberi tahu nama mu. Maka dia pasti ingat siapa dirimu. Lagipula,
17 tahun bukan waktu yang singkat.” sambungnya lagi.
“Apakah
segitu tidak berharganya janji anak berumur 7 tahun dan anak berumur 9 tahun di
matanya?”
“Sudah
ku bilang! Dia pasti mengingatnya kalau kau memberi tahu siapa kau sebenarnya!
Jangan keras kepala ketika dinasihati!” omel Hye
Ri.
“Ya!
Eun Hye Ri! Jangan memarahi teman mu yang sedang sedih. Neo babo
ya?” repet Farhah kepada Hye Ri.
Ketika
mereka bertengkar aku berjalan pergi menuju parkiran. “Yoo Na-ya, neo
eodikayeo?” Farhah menanyaiku sambil mengejarku yang diikuti Hye Ri.
* * *
-
Hye Ri POV –
Yoo
Na pergi meninggalkan aku dan Farhah yang kebingungan dengan apa yang terjadi.
Dia mulai memberondongi ku dengan berbagai pertanyaan. “dia kenapa? Siapa yang
dia bicarakan?”
Aku
pun menjelaskan kepada Farhah siapa yang dimaksud oleh Yoo Na. “Orang yang dia
maksud adalah Lee Hyuk Jae. Hyuk Jae yang sekarang terkenal dengan nama Eun
Hyuk ‘Super Junior’. Hyuk Jae adalah sahabat kecil Yoo Na. Kau ingat waktu kau
bertanya kepada Yoo Na, ‘Kenapa kau
menggilai Super Junior?’” Farhah menganggukan kepalanya.
“Seseorang
yang dia maksud adalah Hyuk Jae. Dulu, Yoo Na dan Hyuk Jae bertetangga. Tapi,
waktu Yoo Na berumur 7 tahun dia pindah ke Mokpo dan membuat janji dengan Hyuk
Jae.” Farhah hanya manggut-manggut tanda mengerti.
“Memangnya
mereka membuat janji apa?” tanya Farhah.
Sejujurnya
aku tidak tahu apa janji Yoo Na dan Hyuk Jae. “Nado molla.” kataku. Terjadi
keheningan di antara aku dan Farhah. Aku tahu rasa sakit yang dirasakannya.
Bagaimana rasanya dilupakan oleh orang yang – diam-diam – kita cintai, itu
sangat menyakitkan.
* * *
– Yoo Na POV –
Aku
tiba disebuah jalan di pinggir pusat kota Seoul. Aku memarkirkan mobilku. Ku
perhatikam 2 buah rumah yang penuh kenangan. Yang pertama, rumah dengan pagar kayu
yang dulunya adalah rumahku. Yang kedua adalah rumah berpagar besi hitam dengan
aksen emas yang merupakan rumah Hyuk Jae-oppa.
Tiba-tiba
seseorang keluar. Aku kenal siapa dia. Dia So Ra-eonni. Kakak satu-satunya Hyuk
Jae. Aku menyapanya, “annyeonghaseyeo.” Kataku ssambil membungkukan badan.
“Annyeonghaseyeo.
Apakah kau... Kang Yoo Na?” tanyanya sedikit ragu.
“Ne,
eonnie.” Kataku sambil tersenyum.
“Omo!
Kau sudah sangat dewasa sekali! Wah! Kau telah menjadi gadis yang sangat-sangat
cantik.” Katanya semangat sambil memelukku. “Mata bulatmu, double eyelid-mu,
hidung mancung-mu, semuanya tidak berubaha.” Katanya sambil menyelidik wajahku.
“Gomawoyeo,
eonnie-ya.” Kataku tersenyum.
Kami
memasuki rumah So Ra-eonnie, yang juga rumah Hyuk Jae-oppa. Sekarang kami
sedang duduk di ruang tamu. dia membuat minum untukku, lalu dia duduk kembali
di sofa. Dia memulai pembicaraan, “Sudah berapa lama kau di Seoul?”
“Aku
sudah di Seoul hampir 4 tahun, eonnie. Mianhabnida aku tidak menghubungimu. Aku
takut kau sudah lupa padaku.”
“Aigoo!
Mengapa kau berfikir seperti itu? Kami sangat-sangat merindukan mu. Kau itu
keluarga kami.” Katanya sambil terus memelukku.
Aku
tahu siapa yang dimaksudnya “kami”. Orangtua Hyuk Jae juga menyayangi ku dan
menganggap aku bagian dari keluarga mereka. “Eonnie, aku tidak bisa
berlama-lama. Aku ada kuliah. Jadi, aku harus pergi. Mianhabnida eonnie.” Aku
memutuskan berpamit pulang.
“Tetapi,
kau belum bertemu dengan eomma dan appa
ku.” dia sedikit kecewa dengan pamitnya aku.
“Aku
janji akan sering-sering main ke sini.” Aku menghiburnya dan tersenyum. “Oh, ya
eonni, jangan beritahu Hyuk Jae oppa kalau aku ke sini, ne?” So Ra eonnie
terlihat bingung. Tapi akhirnya dia mengiyakan saja permintaan ku.
Aku
pergi meninggalkan rumah So Ra eonnie. Aku merindukannya. Aku juga merindukan
kedua orangtuanya. Apalagi adiknya. Ingat Yoo Na, kau harus move on! Kataku dalam hati. Aku masuk ke
mobilku dan memacunya.
* * *
–
Eun Hyuk POV –
Sebuah
mobil sedan silver melewati van ku. Sepertinya sedan itu mengunjungi rumahku.
Ah, tapi tidak mungkin. Setahuku, kerabatku tidak ada yang mempunyai sedan
silver. Siapa wanita itu? –sepertinya wanita-.
* * *
5 hari kemudian .
. .
–
Yoo Na POV –
Aku
tidak tahu ingin ke mana hari ini. Jadi aku mengirim sms ke Woo Lan.
To
: Hye Ri
Ri-ah.
Neo eodisseo?
From : Hye Ri
Waeyeo,
Yoo Na-ya?
To
: Hye Ri
Aku
ingin bertemu dengan mu. Apa bisa?
From
: Hye Ri
Eo, gwenchana.
Datang saja ke cafe tempat biasa kita ketemu. Aku sedang di sini.
To
: Hye Ri
Ne.
Tunggu aku.
Aku
memacu mobilku menuju Handel dan Gretel. Di sana kulihat dia sedang bersama
seorang pria. Siapa dia? Apa dia pacar Hye
Ri? Tapi, kenapa dia
menyuruhku datang ke sini?
“Ri-ah,”
panggilku. Betapa terkejutnya aku ketika lelaki yang bersama Hye Ri membalikan badanya. Lelaki itu tersenyum. “Annyeonghaseyeo. Kang Yoo Na
ibnida.” Kataku canggung.
“Annyeonghaseyeo.
Lee Dong Hae ibnida.” Katanya. Dia tidak memperkenalkan diripun aku tahu.
“Oh,
ne. Mian aku menggangu acara kalian. Apa aku pulang saja?”
“Ah,
anniyo. Gwenchana. Kami hanya ngobrol saja. Kami tidak keberatan kau datang.”
Kata Dong Hae-oppa yang merasa tidak enak.
Tiba-tiba
aku mulai menangis. Entah kenapa aku ingin menangis dan menangis lagi. Dan
kenapa cuaca hari ini seolah mengerti perasaanku. Mengapa awan juga tampak akan
menangis hari ini?
“Yoo
Na-ya. Uljima.Uljimayeo!” kata Hye Ri sambil memeluk ku.
“Aku
tidak bisa menahan tangis ini. Aku tidak bisa. Bahkan setelah 1 minggu aku
beraktifitas tanpa memikirkannya, aku tetap tidak bisa.”
Dong
Hae sepertinya mulai bingung. “Waeyeo?” tanyanya pada Hye Ri.
Tiba-tiba
pintu cafe terbuka. Ku lihat seorang yang ku kenal memasuki cafe. Ya Tuhan! Itu
Hyuk Jae. Aku mengambil tasku dan bergegas pergi. Aku melewati Hyuk Jae dan dia
memandangiku dengan bingung.
* * *
–
Eun Hyuk POV –
Aku
memasuki Handel dan Gretel untuk menyusul Dong Hae. Ada wanita itu lagi. Tapi,
kenapa dia menangis? Dia melewati ku. Dia bahkan tidak menyapaku padahal kami
sudah pernah bertemu. Aku sedikit kecewa.
Ketika
dia melewatiku, ada desiran di hatiku. Sepertinya aku merindukannya. Padahal,
kami baru kenal 1 minggu yang lalu.
Aku
menghampiri meja Dong Hae dan ada sepupunya di situ. Aku menanyakan tentang
wanita tadi. “Dia kenapa?”
“Dia
menangis karena seorang pria.” Jawab Hye
Ri pendek.
“Pria?
Dia putus dari pacarnya?” tanyaku yang penasaran.
“Tidak.
Dia dilupakan.” kata Hye Ri tanpa melihat wajahku.
Sedih
sekali pasti jadi wanita itu. Dia dilupakan oleh seorang pria yang mungkin
disukainya. Hahaha... sama sepertiku. Aku tersenyum miris. Dong Hae mungkin
melihatku tersenyum karena kemudian dia bertanya padaku, “kenapa kau
tersenyum?”
“Aku
juga dilupakan.” Kata ku singkat. Sepertinya Dong Hae dan sepupunya
kebingungan.
* * *
–
Yoo Na POV –
Semenjak
saat itu, aku dan Dong Hae-oppa menjadi teman dekat. Dia sudah tau cerita ku
dan Hyuk Jae-oppa. Aku dan Hye Ri juga semakin akrab dengan member
Super Junior karena kami sering bersama dengan Dong Hae-oppa. Dan entah
bagaimana ceritanya, Hye Ri sudah pacaran dengan Kyu Hyun.
Walau
aku dekat dengan member Super Junior, aku tidak dekat dengan Hyuk Jae-oppa. Aku
masih merasakan sakit jika terusa dekat dengannya. Sekarang adalah Super Show 4
hari ke dua di Seoul. Aku, Hye Ri, dan Farhah mendapat tiket cuma-cuma
dari Dong Hae-oppa.
Tetapi,
Super Show kali ini berbeda dengan Super Show yang sebelum-sebelumnya. Biasanya
aku akan membawa banner bertuliskan, “WORLD
NO. #1 MYOLCI” tetapi sekarang, aku hanya memegang banner biru bertuliskan
Super Junior.
Setelah
Super Show, Dong Hae-oppa, Leeteuk-oppa, dan Kyu Hyun mengajak aku, Hye Ri, dan Farhah pergi makan. Di tengah-tengah makan, tiba-tiba
Hyuk Jae datang. Aku yang melihatnya langsung bergegas pergi.
Leeteuk-oppa
dan Kyu Hyun yang tidak mengerti cerita ku dan Hyuk Jae menjadi bingung. “Kau
mau ke mana? Makanan mu belum habis.” Kata Leeteuk-oppa.
“Aku
sudah kenyang dan ingin pulang. Jeoseonghabnida aku tidak bisa ikut kalian
sampai selesai.” aku pergi melewati Hyuk Jae. Dia memasang tampang bingung itu
lagi. Ternyata, dia juga keluar menyusulku.
* * *
–
Eun Hyuk POV –
Kenapa
sih, wanita itu selalu pergi ketika melihatku? Segitu bencikah dia kepada ku?
Salah ku apa padanya? Begitulah pikirku dalam hati.
Entah
kenapa, hatiku menyuruhku menyusul wanita itu. “Ceogiyeo! Ceogiyeo!” panggilku
berulang kali tetapi, dia tetap berjalan pergi menuju mobilnya. “Ceogiyeo! Hye Ri chingu!” panggilku lagi.
Dia
menghentikan langkahnya. Aku pun berusaha mendekatinya. “Ceogi...” aku
menggantung kalimatku. Bingung apa yang harus ku katakan. Aku takut akan salah
bicara. “Apa kau sangat membenciku?” tanyaku padanya.
Dia
hanya diam. Dia bahkan tidak membalikan tubuhnya. “Ceogiyeo... apa aku punya
salah padamu?” aku bertanya lagi. “Aku merasa tidak enak padamu. Kalau memang
aku punya salah tolong beritahu aku.” Kenapa dia masih belum menjawab?
Ku
dengar dia menangis. Kenapa dia menangis? “Ceogi... kenapa kau menangis? Tolong
jangan menangis. Aku takut orang salah sangka. Tidak apa-apa jikakau tidak
menjawab pertanyaan ku. Aku tidak memaksa.” Kataku yng mulai ketakutan. Sudah
beberapa orang melihat ke arah kami.
Tiba-tiba
dia membalikan badannya.
* * *
–
Yoo Na POV –
Sudah
tidak bisa ku tahan lagi amarah dan air mataku. Dia terus saja memberondongku
dengan pertanyaannya. Tiba-tiba aku membalikan badan, “geurae! Aku membenci mu!
Sangat membenci mu! Dan kau punya sangat, sangat, sangat banyak salah padaku!”
repetku.
“Kau
bahkan tidak mengenaliku! Kau bahkan tidak tahu namaku! Kau bahkan tidak
mengingat wajahku! dan kau bahkan tidak mengingat janji kita ketika kau berumur
9 tahun dan aku berumur 7 tahun.” Air mataku benar-benar tumpah semua. Muka ku
mungkin sudah sangat, sangat merah.
Dia
tiba-tiba terkejut dan seperti teringat sesuatu. Dia membuka mulutnya dan
dengan terbata-bata dia berbicara, “Ka... Kang... Kang Yoo Na?” kulihat
ekspresi terkejut di wajahnya.
“Geurae!
Na Kang Yoo Na!” kataku lantang. “Gadis kecil yang membuat janji bersama dengan
Lee Hyuk Jae kecil. Dan kini telah berubah menjadi Kang Yoo Na bodoh yang terus
mempercayai janji itu walau sudah 17 tahun.” kataku tambah berapi-api.
Tiba-tiba
dia memelukku. Dan dia juga mulai ikut menangis. “YA! Neo babonikka? Mana
mungkin aku tahu bahwa ini kau. Bagaimana aku tahu kalau kau adalah Kang Yoo Na
yang selama ini ku tunggu? Kau saja tidak memberi tahu namamu.” Katanya yang
memelukku semakin erat.
Aku
hanya diam dan tetap menangis. “Kau tahu? Setelah pertemuan pertama kita
sesudah Music Core, aku mulai memikirkan mu. Aku mulai membanding-bandingkan
kau dengan Yoo Na-ku.” Dia masih saja memelukku.
“Aku
bahkan tadinya ingin meminta twitter mu, facebook mu, cyworld mu, me2day mu,
bahkan nomor handphone mu agar aku bisa berkenalan dengan mu.” Katanya
semangat.
“Dan
apa kau tau? Aku kira selama ini Yoo Na-ku sudah melupakan ku.”
“Aku
tidak pernah melupakan mu, babo. Dan aku tidak akan melupakan mu, oppa.” Kataku
sambil mencoba tersenyum ditangis ku.
“Apa
kau tau, kenapa aku tidak menanyakan nama mu atau nomor hp mu selama ini?”
tanyanya padaku.
“Mana
aku tahu, babo.” Kataku sambil memukul lembut kepala bagian belakangnya. Bahkan
kami masih berpelukan sampai sekarang.
“Aku
takut kau menyukai Dong Hae.” Katanya lirih.
“Mana
mungkin! Dong Hae sudah punya pacar. Namanya Jo Crystin. Dia sepupu Kyu Hyun.
Aku sudah menyukai orang lain.” Kataku.
“Kalau
begitu, apa kau menyukai Teuk-hyung?” tanyanya. “Karena tidak mungkin kau
menyukai Kyu Hyun yang notabene adalah pacar sahabatmu.” Kata dia sok
menganalisis.
Tiba-tiba
suara aneh mengejutkan kami, “mana mungkin dia menyukai ku, babo! Aku adalah
pacarnya Farhah!” itu suara Teuk-oppa. Aku dan Hyuk Jae-oppa refleks melepaskan
pelukan kami. Dia berbicara sambil menunjukkan tangannya yang menggenggam
tangan Farhah. Walau gelap, aku masih bisa melihat wajah memerah Farhah.
“Lalu...”
Hyuk Jae-oppa menggantung kalimatnya. “Apa kau menyukai ku?” tanyanya ragu.
“Huh!
Ge-er sekali dia.” Tiba-tiba Kyu Hyun nyeletuk.
Aku
mengangguk semangat. Aku langsung berbicara, “mana mungkin aku mengingkari
janji kita 17 tahun lalu.”
Tiba-tiba
Hyuk Jae-oppa mencium ku. Ya Tuhan! Ini kan tempat umum dan sangat ramai.
Tetapi, aku tidak dapat menolaknya. Aku juga menikmati ciuman hangat ini.
Sayup-sayup ku dengar Teuk-oppa berbicar, “ya! Tutupi mereka dengan jaket
kalian masing-masing.”
Cinta bisa merasakan tanpa
mengetahui.
Dan detak jantung bisa terpacu tanpa
harus dikomando.
THE END
No comments:
Post a Comment