Banyak yang berpendapat
bahwa cyberspace tidak bisa menjadi sumber komunitas yang
nyata dan dapat mengurangi arti penting komunitas di dunia nyata (Beniger,
1988; Gergen, 1991; Kiesler et al., 1984; Stoll, 1995; Turkle, 1996).
Schement membedakan dua
elemen dalam perspektif pesimisme, yaitu hubungan primer dan sekunder. Dalam
komunitas primer atau yang biasa disebut komunitas organik masyarakat saling
mengenal satu sama lain dan dapat berinteraksi dengan media apapun. Pencetus
pertama kali istilah ini adalah Rheingold dalam bukunya The Virtual Community :
Homesteading pada Electronic Frontier (2000). Orang-orang di komunitas virtual
melakukan hampir segala sesuatu yang orang lakukan dalam kehidupan nyata, namun
mereka melakukannya di dunia maya. Sedangkan, pada komunitas sekunder atau yang
biasa dikenal komunitas virtual, masyarakat yang terlibat dalam komunitas
tersebut belum tentu saling kenal atau bahkan belum perah bertemu langsung.
John Seely Brown
mengatakan rasa tanggung jawab dalam komunitas virtual dinilai kurang, ini
terjadi karena minimnya hubungan primer antar anggota sehingga dapat
menyebabkan tindakan-tindakan ceroboh yang tidak bertanggung jawab, bahkan
menimbulkan perilaku anti-sosial (1995: 12).
Dari segi perspektif
optimis banyak pihak yang berargumen bahwa keterlibatan masyarakat di dunia
dunia maya dapat membentuk alternatif masyarakat yang senilai harga dan gunanya
dengan masyarakat yang secara jasmani kita ketahui keberadaannya—komunitas
organik (Rheingold, 1993). Stone (1991) sendiri menganggap manusia mungkin
menggunakan komunitas di dunia maya untuk menghindari paksaan dan ketidakadilan
di kehidupan nyata yang tanpa media. Daripada dilihat sebagai manusia yang
tidak memiliki kelompok, komunitas ini menghindarinya dengan membentuk suatu
bentuk interaksi person-to-person
daripada ikut-ikutan menggunakan interaksi door-to-door.
Berdasarkan interaksi
sosial dan bentuk ekspresi dari sudut pandang atau perspektif optimis melihat
adanya peningkatan penggunaan internet sebagai media interaksi sosial.
Peningkatan pertumbuhan chat-room berbasis
internet terus menerus dan menawarkan komunitas yang dapat menunjukan bukti
yang menyangkal bahwa komunikasi dengan media berbasis komputer (CMC) bukan
merupakan suatu bentuk masyarakat sosial. Straus (1997) juga menemukan bahwa
CMC tidak lebih baik daripada komunikasi face-to-face.
Gulia (1999) juga
mereview sebuah penelitian tentang komunitas internet yang berargumen bahwa
hubungan yang terbentuk secara offline atau
hubungan yang berasal dari komunitas organik bisa lebih diperkuat maupun
diperlemah. Penelitian yang dilakukan Parks dan kawan-kawan pada tahun 1998
menemukan bukti bahwa hubungan online yang
dikembangkan secara baik dan intim, sering membawa hubungan tersebut ke
interaksi dunia nyata.
Sedangkan dari sudut
pandang ataau perspektif pesimis teknologi komunikasi dengan media berbasis
komputer (CMC) bersifat berlawanan dengan ciri utama kehidupan manusia, dan
membatasi pembentukan hubungan yang lebih berarti—yaitu hubungan dengan manusia
yang ada di dunia nyata— (Stoll, 1995). Maka dari itu, kehidupan di dunia maya
tidak bisa mejadi sumber pertemanan yang sesungguhnya (Beniger, 1988). Banyak
yang berpendapat bahwa penggunaan internet yang terlalu ekstrim juga mengakibatkan
terisolasi secara sosial dan secara psikologis depresi sebagai efeknya.
Hubungan virtual dalam kehidupan online juga
menyebabkan tingkat keterlibatan diri yang sedikitdalam kehidupan sosial nyata
juga mengurangi komitmen dan hubungan di dunia virtual ini biasanya tidak
permanen.
Komunikasi dengan media
komputer juga meningkatkan adanya eksperimen-eksperimen aneh seperti kebohongan
terhadap orang lain karena tidak dapat mengetahui kebenaran yang sebenarnya
secara langsung—sebab komunikasi tidak dilakukan dalam satu dimensi yang
sama—tentang identitas dan kualitas seseorang. Inilah kenapa hubungan di
komunitas virtual biasanya didominasi oleh kebohongan, manipulasi, dan penipu
emosional. Banyak yang melakukan kebohongan dengan perubahan sikap yang ditunjukan
di dunia maya berbeda dengan yang ada di dunia nyata, banyak juga yang mengganti jenis kelamin dan
pemalsuan identitas yang terjadi—yang mana di dunia nyata jarang terjadi dan
dapat dihindari.
Pada tahun 2014 ketika
Ask.fm sedang marak digunakan, banyak terjadi pemalsuan identitas oleh
penggunanya, misalnya yang dilakukan akun @owlexa. Akun tersebut banyak
melakukan pemalsuan identitas, menggunakan foto orang lain yang dia dapatkan
dari jejaring sosial lain, menggunakan foto aktor Thailand dan membuat akun
palsu lain yang mengatakan bahwa itu adalah adiknya, mengarang cerita untuk
memperkuat identitas plasunya, dan membuat kepribadian baru yang tidak sesuai
dengan aslinya.
Atau pada tahun 2011
sampai dengan 2013 saat role play
terkenal. Role play atau yang biasa
disebut RP adalah di mana seseorang memainkan peran sebagi idolanya
masing-masing, menggunakan identitas idola tersebut, meskipun banyak yang
memainkan peran berasarkan kepribadian masing-masing. Permainan ini biasanya
menggunakan akun media sosial sebagi suatu bentuk ‘diri’ para pemainnya. Dipermainan
ini, banyak juga para anggota komunitasnya yang memalsukan identitas dan jenis
kelamin baik ketika bermain maupun ketika ditanya tentang identitas aslinya, di
mana banyak role players (sebutan untuk
para anggota atau pemain) perempuan yang menggunakan idola lelakisebagai
identitasnya dan vice versa dengan para role
player pria.
Lalu, apakah benar
bahwa keberadaan komunitas virtual akan menggantikan komunitas organik?
Meskipun banyak orang
yang kini telah tergabung dengan komunitas virtual, saya sendiri merasa bahwa
keberadaan komunitas organik tidak akan terganti hanya intensitasnya saja yang
berkurang. Seperti yang dikatakan Parks dan kawan-kawan berdasarkan penelitian
mereka pada tahun 1998 hubungan online yang
dikembangkan secara baik dan intim, sering membawa hubungan tersebut ke
interaksi dunia nyata, ya, pada akhirnya semuanya akan kembali ke hubungan yang
terbentuk di dunia nyata.
Sama halnya dengan role play. Meskipun sepanjang tahun 2011
sampai 2013 permainan ini sangat marak, orang-orang yang merasa bahwa RP tidak
semenarik dulu dan lelah dengan kebohongan pada akhirnya akan kembali ke
komunitas organik dan meninggalkan RP yang sempat mereka gemari untuk beberapa
waktu.
Mau senyaman apapun yang
kita rasakan ketika bermain role play,
atau seaman apapun kita merasa karena bisa menutupi identitas asli di dunia
maya, kita tidak akan pernah meninggalkan komunitas organik yang menjadi tempat
utama kita berinteraksi. Pertimbangan inilah yang membuat saya mengatakan bahwa
komunitas virtual tidak dapat menggantikan komunitas organik, melainkan hanya
dapat mengurangi intensitasnya saja.
Referensi :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ICTs. Sage Publication Ltd.
No comments:
Post a Comment