Friday, March 25, 2016

Tergantikan kah Komunitas Organik?

Banyak yang berpendapat bahwa cyberspace tidak bisa menjadi sumber komunitas yang nyata dan dapat mengurangi arti penting komunitas di dunia nyata (Beniger, 1988; Gergen, 1991; Kiesler et al., 1984; Stoll, 1995; Turkle, 1996).


Schement membedakan dua elemen dalam perspektif pesimisme, yaitu hubungan primer dan sekunder. Dalam komunitas primer atau yang biasa disebut komunitas organik masyarakat saling mengenal satu sama lain dan dapat berinteraksi dengan media apapun. Pencetus pertama kali istilah ini adalah Rheingold dalam bukunya The Virtual Community : Homesteading pada Electronic Frontier (2000). Orang-orang di komunitas virtual melakukan hampir segala sesuatu yang orang lakukan dalam kehidupan nyata, namun mereka melakukannya di dunia maya. Sedangkan, pada komunitas sekunder atau yang biasa dikenal komunitas virtual, masyarakat yang terlibat dalam komunitas tersebut belum tentu saling kenal atau bahkan belum perah bertemu langsung.

John Seely Brown mengatakan rasa tanggung jawab dalam komunitas virtual dinilai kurang, ini terjadi karena minimnya hubungan primer antar anggota sehingga dapat menyebabkan tindakan-tindakan ceroboh yang tidak bertanggung jawab, bahkan menimbulkan perilaku anti-sosial (1995: 12).

Dari segi perspektif optimis banyak pihak yang berargumen bahwa keterlibatan masyarakat di dunia dunia maya dapat membentuk alternatif masyarakat yang senilai harga dan gunanya dengan masyarakat yang secara jasmani kita ketahui keberadaannya—komunitas organik (Rheingold, 1993). Stone (1991) sendiri menganggap manusia mungkin menggunakan komunitas di dunia maya untuk menghindari paksaan dan ketidakadilan di kehidupan nyata yang tanpa media. Daripada dilihat sebagai manusia yang tidak memiliki kelompok, komunitas ini menghindarinya dengan membentuk suatu bentuk interaksi person-to-person daripada ikut-ikutan menggunakan interaksi door-to-door.

Berdasarkan interaksi sosial dan bentuk ekspresi dari sudut pandang atau perspektif optimis melihat adanya peningkatan penggunaan internet sebagai media interaksi sosial. Peningkatan pertumbuhan chat-room berbasis internet terus menerus dan menawarkan komunitas yang dapat menunjukan bukti yang menyangkal bahwa komunikasi dengan media berbasis komputer (CMC) bukan merupakan suatu bentuk masyarakat sosial. Straus (1997) juga menemukan bahwa CMC tidak lebih baik daripada komunikasi face-to-face.

Gulia (1999) juga mereview sebuah penelitian tentang komunitas internet yang berargumen bahwa hubungan yang terbentuk secara offline atau hubungan yang berasal dari komunitas organik bisa lebih diperkuat maupun diperlemah. Penelitian yang dilakukan Parks dan kawan-kawan pada tahun 1998 menemukan bukti bahwa hubungan online yang dikembangkan secara baik dan intim, sering membawa hubungan tersebut ke interaksi dunia nyata.

Sedangkan dari sudut pandang ataau perspektif pesimis teknologi komunikasi dengan media berbasis komputer (CMC) bersifat berlawanan dengan ciri utama kehidupan manusia, dan membatasi pembentukan hubungan yang lebih berarti—yaitu hubungan dengan manusia yang ada di dunia nyata— (Stoll, 1995). Maka dari itu, kehidupan di dunia maya tidak bisa mejadi sumber pertemanan yang sesungguhnya (Beniger, 1988). Banyak yang berpendapat bahwa penggunaan internet yang terlalu ekstrim juga mengakibatkan terisolasi secara sosial dan secara psikologis depresi sebagai efeknya. Hubungan virtual dalam kehidupan online juga menyebabkan tingkat keterlibatan diri yang sedikitdalam kehidupan sosial nyata juga mengurangi komitmen dan hubungan di dunia virtual ini biasanya tidak permanen.

Komunikasi dengan media komputer juga meningkatkan adanya eksperimen-eksperimen aneh seperti kebohongan terhadap orang lain karena tidak dapat mengetahui kebenaran yang sebenarnya secara langsung—sebab komunikasi tidak dilakukan dalam satu dimensi yang sama—tentang identitas dan kualitas seseorang. Inilah kenapa hubungan di komunitas virtual biasanya didominasi oleh kebohongan, manipulasi, dan penipu emosional. Banyak yang melakukan kebohongan dengan perubahan sikap yang ditunjukan di dunia maya berbeda dengan yang ada di dunia nyata, banyak  juga yang mengganti jenis kelamin dan pemalsuan identitas yang terjadi—yang mana di dunia nyata jarang terjadi dan dapat dihindari.

Pada tahun 2014 ketika Ask.fm sedang marak digunakan, banyak terjadi pemalsuan identitas oleh penggunanya, misalnya yang dilakukan akun @owlexa. Akun tersebut banyak melakukan pemalsuan identitas, menggunakan foto orang lain yang dia dapatkan dari jejaring sosial lain, menggunakan foto aktor Thailand dan membuat akun palsu lain yang mengatakan bahwa itu adalah adiknya, mengarang cerita untuk memperkuat identitas plasunya, dan membuat kepribadian baru yang tidak sesuai dengan aslinya.

Atau pada tahun 2011 sampai dengan 2013 saat role play terkenal. Role play atau yang biasa disebut RP adalah di mana seseorang memainkan peran sebagi idolanya masing-masing, menggunakan identitas idola tersebut, meskipun banyak yang memainkan peran berasarkan kepribadian masing-masing. Permainan ini biasanya menggunakan akun media sosial sebagi suatu bentuk ‘diri’ para pemainnya. Dipermainan ini, banyak juga para anggota komunitasnya yang memalsukan identitas dan jenis kelamin baik ketika bermain maupun ketika ditanya tentang identitas aslinya, di mana banyak role players (sebutan untuk para anggota atau pemain) perempuan yang menggunakan idola lelakisebagai identitasnya dan vice versa dengan para role player pria.

Lalu, apakah benar bahwa keberadaan komunitas virtual akan menggantikan komunitas organik?

Meskipun banyak orang yang kini telah tergabung dengan komunitas virtual, saya sendiri merasa bahwa keberadaan komunitas organik tidak akan terganti hanya intensitasnya saja yang berkurang. Seperti yang dikatakan Parks dan kawan-kawan berdasarkan penelitian mereka pada tahun 1998 hubungan online yang dikembangkan secara baik dan intim, sering membawa hubungan tersebut ke interaksi dunia nyata, ya, pada akhirnya semuanya akan kembali ke hubungan yang terbentuk di dunia nyata.

Sama halnya dengan role play. Meskipun sepanjang tahun 2011 sampai 2013 permainan ini sangat marak, orang-orang yang merasa bahwa RP tidak semenarik dulu dan lelah dengan kebohongan pada akhirnya akan kembali ke komunitas organik dan meninggalkan RP yang sempat mereka gemari untuk beberapa waktu.
Mau senyaman apapun yang kita rasakan ketika bermain role play, atau seaman apapun kita merasa karena bisa menutupi identitas asli di dunia maya, kita tidak akan pernah meninggalkan komunitas organik yang menjadi tempat utama kita berinteraksi. Pertimbangan inilah yang membuat saya mengatakan bahwa komunitas virtual tidak dapat menggantikan komunitas organik, melainkan hanya dapat mengurangi intensitasnya saja.



Referensi :
Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006. Handbook of New Media : Social Shaping and Social Consequences of ICTs. Sage Publication Ltd.

No comments:

Post a Comment